zonamerahnews – Kehebohan melanda para penyelenggara haji swasta di Indonesia. Kerajaan Arab Saudi dipastikan tak menerbitkan visa haji furoda tahun ini. Keputusan ini membuat sejumlah travel yang telah menyiapkan calon jemaah dan menggelontorkan dana besar merasa dirugikan. Pemerintah Indonesia sendiri menegaskan bahwa penerbitan visa furoda sepenuhnya berada di tangan pemerintah Arab Saudi.
Sekretaris Jenderal DPP AMPHURI (Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia), Zaky Zakaria, menjelaskan bahwa kemungkinan besar visa furoda tak akan dibuka tahun ini karena masa wukuf (puncak haji) sudah dekat. "Semua jalur, termasuk furoda, haji khusus, dan reguler, sudah ditutup untuk penerbitan visa," ujar Zaky pada Rabu (28/5), seperti dikutip dari sumber terpercaya. AMPHURI telah melakukan konfirmasi ke berbagai pihak, termasuk Kementerian Haji dan Umrah di Makkah, Kantor Urusan Haji (KUH) di Jeddah, Ditjen PHU Kemenag, dan langsung mengecek sistem elektronik Masar Nusuk.

Zaky menambahkan bahwa haji furoda, sebagai visa non-kuota, merupakan hak prerogatif pemerintah Arab Saudi. Ia menilai keputusan ini sebagai bagian dari transformasi besar sistem haji di Arab Saudi. Arab Saudi, menurutnya, tengah beralih dari sistem syekh (era 1980-1990an) dan sistem muassasah ke sistem syarikah, yang berbasis perusahaan swasta. Tujuannya? Menciptakan penyelenggaraan haji yang lebih tertib, aman, dan nyaman.
Zaky menduga, keengganan Arab Saudi menerbitkan visa furoda tahun ini terkait dengan tragedi Mina tahun lalu, di mana ribuan jemaah meninggal dunia akibat cuaca ekstrem dan keterbatasan fasilitas. "Media Arab menyebutkan 85 persen jemaah yang wafat adalah non-prosedural. Saudi mungkin ingin menghindari pengulangan kejadian tersebut dan menyesuaikan jumlah jemaah dengan kapasitas, terutama di Mina," jelasnya. Ia menambahkan bahwa kuota haji tahun ini jauh lebih sedikit dibanding tahun lalu, hanya sekitar 1,3 juta jemaah dari seluruh dunia.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, menegaskan belum menerima informasi resmi terkait pembukaan visa furoda, menanggapi isu yang beredar di media sosial tentang pembukaan visa tersebut pada 1 Juni 2025. Ia menekankan bahwa pemerintah Indonesia hanya bertanggung jawab atas kuota resmi haji reguler dan khusus, sementara visa furoda (visa mujamalah) merupakan jalur undangan yang dikelola swasta.
Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, juga menyatakan bahwa urusan visa haji furoda sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah Arab Saudi. Meskipun demikian, ia menegaskan pemerintah Indonesia telah melakukan pendekatan kepada Arab Saudi dan melakukan pembicaraan dengan Kementerian Agama terkait hal ini, tanpa merinci detailnya.
Haji furoda sendiri berbeda dengan haji reguler dan plus. Ia tidak menggunakan kuota dan berangkat atas undangan Kerajaan Arab Saudi. Biayanya pun jauh lebih mahal, berkisar antara Rp290 juta hingga Rp400 juta, dibandingkan haji reguler yang sekitar Rp55 juta. Keuntungannya, jemaah bisa berangkat di tahun yang sama dengan pendaftaran, berbeda dengan haji reguler yang membutuhkan waktu tunggu hingga puluhan tahun.

