zonamerahnews – Kehebohan terjadi di kawasan wisata Gunung Bromo. Puluhan sopir jip wisata mengamuk dan merusak Kantor Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) pada Minggu (4/5). Aksi anarkis ini dipicu oleh kemacetan di pintu masuk kawasan wisata, yang kemudian berujung pada tindakan perusakan dan pencurian.
Menurut keterangan resmi dari pihak BB TNBTS, kericuhan bermula dari lonjakan jumlah pengunjung dan kendaraan yang masuk pada pukul 03.00 WIB dini hari. Sebanyak 92 jip dari beberapa kelompok tour ternyata belum melakukan pemesanan tiket secara online, padahal sistem booking online 100% telah diterapkan sejak 1 Oktober 2019. Hal ini menyebabkan kemacetan di pintu pemeriksaan tiket, diperparah dengan adanya pengunjung yang keluar dari kawasan wisata melalui pintu yang sama.

Kemacetan ini memicu reaksi keras dari para sopir jip dan tour leader. Mereka mengerumuni petugas, mendorong, dan bahkan melontarkan kata-kata kasar. Situasi semakin memanas ketika beberapa oknum diduga sengaja memperkeruh suasana, hingga akhirnya mereka menyerbu kantor SPTN Wilayah I. Karena tak menemukan Kabidwil I yang mereka cari, amarah mereka meledak. Mereka merusak sejumlah aset kantor, termasuk menghancurkan laptop, mematahkan meja kerja, dan yang paling mengejutkan, mencuri kunci dan STNK mobil Pajero Sport milik BB TNBTS. Lebih parah lagi, mereka juga mematikan aliran listrik dan mencabut kabel CCTV, mengindikasikan aksi ini terencana.
Kerusakan yang ditimbulkan cukup signifikan. Selain laptop dan meja kerja yang hancur, beberapa barang pecah belah juga menjadi korban amukan massa. Kejadian ini juga menimbulkan kerugian berupa hilangnya kunci dan STNK mobil dinas. Pihak BB TNBTS menyatakan akan melaporkan kasus perusakan, pencurian, dan intimidasi terhadap petugas kepada pihak berwajib.
Pihak BB TNBTS menegaskan bahwa sosialisasi sistem booking online telah dilakukan secara berkala sejak Oktober 2024 kepada berbagai pihak terkait, termasuk para pemegang izin dan pelaku jasa wisata. Mereka menduga, ketidaktertiban para pelaku jasa wisata, yang seringkali mengintimidasi petugas dan mengabaikan aturan pembelian tiket online, menjadi pemicu utama kejadian ini. Ironisnya, kejadian ini terjadi saat jumlah pengunjung relatif sedikit, hanya 4.026 orang, jauh di bawah rata-rata kunjungan harian selama libur Idulfitri yang mencapai 5.752 orang. Kasus ini menjadi sorotan dan menyoroti pentingnya penegakan aturan dan kesadaran bersama dalam menjaga ketertiban di kawasan wisata.