zonamerahnews – Jakarta – Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Bestari Barus, melontarkan dukungan kontroversial terkait usulan menjadikan Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai pahlawan nasional. Dukungan ini disertai sentilan pedas kepada politisi PDIP yang menolak usulan tersebut.
Bestari Barus menilai bahwa publik harus melihat sosok Soeharto secara komprehensif, tidak hanya terpaku pada kontroversi yang menyertainya, tetapi juga mengakui kontribusinya yang signifikan dalam pembangunan bangsa. "Soeharto membawa Indonesia menuju stabilitas ekonomi, swasembada pangan, dan pembangunan infrastruktur besar-besaran. Itu fakta sejarah yang tak terbantahkan," tegasnya, Jumat (31/10).

Lebih lanjut, Bestari mengkritik keras sikap sejumlah politisi PDIP yang menentang usulan tersebut. Ia berpendapat bahwa penilaian subjektif segelintir orang tidak seharusnya mempengaruhi keputusan pemerintah dalam menentukan siapa yang layak menyandang gelar pahlawan nasional. Menurutnya, komentar-komentar bernada merendahkan terhadap Soeharto mencerminkan pandangan yang tidak objektif terhadap sejarah.
"Kalimat seperti ‘apa hebatnya Soeharto?’ itu sangat tidak bijak. Justru kami melihat Soeharto sebagai sosok yang hebat karena berhasil menumpas gerakan 30 September yang menelan banyak korban jiwa dan mengancam keutuhan bangsa," imbuhnya.
Bestari juga menyerukan agar PDIP berdamai dengan sejarah, termasuk peristiwa 1965 dan era Orde Baru. Menurutnya, reformasi telah berjalan lebih dari dua dekade, sehingga sudah saatnya semua pihak melihat sejarah dengan kepala dingin. "Kalau PDIP masih menilai Soeharto dari luka politik 1965 dan Orde Baru, berarti mereka belum siap berdamai dengan sejarah. Reformasi sudah dua dekade lebih berjalan, saatnya kita melihat sejarah dengan kepala dingin," tandasnya.
Seperti yang diketahui zonamerahnews – , nama Soeharto masuk dalam daftar 40 tokoh yang diusulkan menjadi pahlawan nasional. Daftar tersebut telah diserahkan kepada Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon pada 21 Oktober lalu. Presiden Prabowo Subianto saat ini tengah mempelajari nama-nama yang diusulkan oleh Kementerian Sosial tersebut.

 
									 
					
