zonamerahnews – Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, memberikan kepastian mengejutkan terkait revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Aturan mengenai penyadapan oleh aparat penegak hukum, ternyata tidak akan dibahas dalam RUU KUHAP yang sedang diproses. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Jumat (11/7). Ia menegaskan, "Soal penyadapan, bahaya penyadapan sewenang-wenang… kami sepakati tidak dibahas di KUHAP," ujarnya dengan nada serius, menekankan pentingnya mencegah penyalahgunaan wewenang tersebut.
Lebih lanjut, Habiburokhman menjelaskan bahwa pengaturan mengenai penyadapan akan dibahas secara terpisah dalam undang-undang khusus. Prosesnya, kata dia, akan melibatkan partisipasi publik secara luas melalui uji publik. Hal ini dilakukan untuk memastikan aturan yang dihasilkan benar-benar berpihak pada keadilan dan melindungi hak asasi warga negara. Meskipun demikian, detail rencana pembahasan RUU khusus penyadapan belum diungkapkan oleh Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP.

Sebelumnya, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) telah menyampaikan usulan agar penyadapan dihapus dari RUU KUHAP. Kekhawatiran akan penyalahgunaan wewenang penyadapan oleh penyidik menjadi alasan utama usulan tersebut. Waketum Peradi, Sapriyanto Reva, dalam RDPU di Komisi III DPR pada Selasa (17/6), menyatakan, "Kami mengusulkan dalam upaya paksa… penyadapan ini harus dihilangkan," mengingat kewenangan penyadapan telah diatur dalam berbagai undang-undang lain. Dengan demikian, penjelasan DPR ini menjawab keresahan publik terkait potensi penyalahgunaan wewenang penyadapan. Proses selanjutnya akan menentukan bagaimana aturan penyadapan yang lebih komprehensif dan akuntabel akan dibentuk.

