zonamerahnews – Jakarta – Setara Institute mendesak aparat keamanan untuk bertindak secara terukur dalam menghadapi situasi yang memanas di tengah masyarakat. Ketua Setara Institute, Hendardi, menekankan bahwa aksi penjarahan bukanlah bagian dari demonstrasi dan tidak dapat dibenarkan dalam kondisi apapun.
Hendardi menjelaskan bahwa aksi anarkis berbeda dengan aksi massa yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat. Menurutnya, aksi anarkis memiliki pola yang terstruktur dan kemungkinan digerakkan oleh individu atau kelompok terlatih. "Penjarahan bukanlah demonstrasi dan tidak pernah dibenarkan oleh hukum, meskipun rakyat marah kepada para pejabat negara," tegasnya dalam keterangan resmi, Minggu (31/8).

"Aksi anarkis yang terjadi pada malam dan dini hari, serta bersifat targeted, menunjukkan pola yang hanya bisa digerakkan oleh orang-orang terlatih. Kerumunan massa anarkis hanyalah permukaan dari masalah yang lebih dalam," lanjut Hendardi.
Setara Institute menduga bahwa aksi-aksi anarkis tersebut digerakkan oleh kepentingan tertentu. Hendardi menilai bahwa berbagai faktor dapat menyebabkan aksi damai massa berubah menjadi destruktif. Ia mendesak aparat keamanan untuk mengendalikan situasi dengan tindakan tegas yang terukur, namun menekankan bahwa ketegasan tersebut tidak berarti penggunaan kekerasan seperti penembakan.
"Aparat keamanan harus mengambil kendali situasi dengan tindakan tegas dan terukur, diawali dengan peringatan keras," ujar Hendardi. "Tindakan tegas tidak berarti penembakan, tetapi juga blokade wilayah dan pencegahan yang serius dan sungguh-sungguh."
Lebih lanjut, Setara Institute mendesak agar situasi ini tidak dimanfaatkan sebagai dasar untuk kebijakan yang mengekang kebebasan sipil, seperti darurat sipil atau darurat militer. Hal ini dapat dicegah jika pemulihan keamanan dilakukan dengan cepat tanpa harus mengambil langkah-langkah represif melalui jalur militer.
"Kecepatan tindakan dan pemulihan harus dilakukan untuk menjaga harkat dan jiwa manusia, perekonomian, dan mencegah lahirnya kebijakan represif baru, seperti darurat sipil, darurat militer, dan pembenaran tindakan militer lanjutan," ujarnya.
"Momentum ini tidak boleh menjadi dasar pemberangusan kebebasan sipil dan kemunduran demokrasi." lanjut Hendardi.
Aksi massa telah berlangsung di berbagai daerah dalam beberapa hari terakhir. Awalnya, demonstrasi tersebut menyoroti penolakan terhadap tunjangan rumah anggota DPR RI senilai Rp50 juta per bulan. Namun, situasi memanas setelah tewasnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online (ojol) yang diduga terlindas kendaraan taktis Brimob.
Gelombang demonstrasi kemudian meluas dari Jakarta hingga kota-kota besar lainnya, seperti Bandung, Makassar, Surabaya, Solo, Kediri, hingga Yogyakarta. Muncul pula aksi perusakan fasilitas publik yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab.

