zonamerahnews – Protes keras menggema dari nelayan Desa Numbing, Kecamatan Bintan Pesisir, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Mereka menolak keras rencana aktivitas penambangan pasir laut oleh sejumlah perusahaan yang akan mengekspor hasil tambang ke Singapura. Ijul, salah satu nelayan setempat, mengungkapkan kekhawatirannya. Menurutnya, sosialisasi yang dilakukan perusahaan tak cukup meredam keresahan warga.
"Kami keberatan! Laut dikeruk, ikan mau dicari di mana lagi?" tegas Ijul saat dihubungi zonamerahnews.com, Senin (21/4). Ia menjelaskan, hanya segelintir warga yang menyetujui proyek ini, itupun bukan nelayan. Mayoritas nelayan menolak karena khawatir akan kerusakan terumbu karang, air laut keruh, dan berkurangnya hasil tangkapan ikan. "Yang setuju bukan nelayan. Mereka tak mengerti dampaknya bagi kami," tambahnya.

Senada dengan Ijul, Adek, nelayan lainnya, juga mengungkapkan keprihatinannya. Ia khawatir kehilangan mata pencaharian jika penambangan pasir laut tetap berjalan. "Kami nelayan kecil, pasti terdampak. Mau kerja apa lagi kalau bukan melaut?" ujarnya. Meskipun perusahaan menjanjikan kompensasi, Adek menilai itu tak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Ia berharap pemerintah daerah dan perusahaan mempertimbangkan kembali rencana tersebut.
Camat Bintan, Assun Ani, membenarkan bahwa dua dari empat perusahaan, yakni PT. Galian Sukses Mandiri (GSM) dan PT. Berkah Lautan Kepri (BLK), telah melakukan sosialisasi. Kedua perusahaan ini mengklaim telah mengantongi izin dari Pemerintah Pusat. Namun, Assun menegaskan, kedua perusahaan tersebut belum memiliki izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan izin eksplorasi. Mereka menjanjikan kompensasi Rp2 juta per bulan untuk nelayan dan Rp1,5 juta untuk warga non-nelayan. Dua perusahaan lainnya belum melakukan sosialisasi. Situasi ini menimbulkan ketegangan antara nelayan dan perusahaan tambang, menuntut solusi bijak dari pemerintah daerah.