zonamerahnews – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (26/9), mendesak transparansi dalam penanganan kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024. Anggota Syuriah PBNU, Abdul Muhaimin, menyampaikan langsung aspirasi ini kepada lembaga anti-rasuah tersebut.
Muhaimin menekankan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang harus diusut tuntas secara transparan dan adil. "Korupsi itu mestinya menjadi bagian dari extraordinary crime yang harus ditindak tuntas transparan dan adil, tapi jangan sampai kehilangan wise (kebijaksanaan)," ujarnya di Gedung KPK.

PBNU juga meminta KPK untuk segera menetapkan tersangka dalam kasus ini, agar tidak menimbulkan spekulasi yang berkepanjangan di masyarakat. Muhaimin berharap penjelasan dari KPK tidak menyasar institusi secara keseluruhan, melainkan fokus pada individu-individu yang terlibat.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan adanya audiensi dengan PBNU. Ia menjelaskan bahwa penetapan tersangka tidak bisa dilakukan terburu-buru karena penyidikan masih berlangsung intensif. Saat ini, penyidik tengah memeriksa pihak-pihak terkait, terutama biro travel penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) di Jawa Timur.
KPK membutuhkan waktu untuk menuntaskan kasus ini karena melibatkan sekitar 400 travel dan aliran dana yang kompleks. Lembaga ini juga bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana yang diduga hasil korupsi.
Berdasarkan perhitungan awal, kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp1 triliun. KPK telah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait temuan ini.
Sebelumnya, KPK telah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, yaitu mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik agen perjalanan Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur.
Sejumlah penggeledahan juga telah dilakukan di berbagai lokasi, termasuk rumah Yaqut, kantor agen perjalanan haji dan umrah, rumah ASN Kementerian Agama, hingga ruang Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama. Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita berbagai barang bukti, seperti dokumen, barang bukti elektronik, kendaraan roda empat, dan properti.

