zonamerahnews – Tim Subdit IV Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumatera Utara berhasil membongkar jaringan perdagangan bayi yang beroperasi di Kota Medan. Delapan orang yang diduga terlibat dalam praktik ilegal ini telah berhasil diamankan oleh pihak kepolisian.
Praktik perdagangan bayi ini, menurut penyelidikan zonamerahnews – , telah berlangsung sejak tahun 2023. Direktur Reskrimum Polda Sumut, Kombes Pol Ricko Taruna Mauruh, mengungkapkan bahwa sindikat ini telah berhasil menjual sedikitnya delapan bayi. "Dari hasil penyelidikan kita, ini (perdagangan anak) berlangsung sejak 2023. Mereka sudah berhasil menjual 8 anak," ujarnya pada Senin (22/9).

Kombes Pol Ricko menjelaskan bahwa para tersangka, kecuali ibu kandung bayi, memiliki peran terorganisir dalam menjalankan aksi keji mereka. Jaringan ini dirancang sedemikian rupa sehingga antara penjual dan pembeli tidak saling mengenal, menciptakan rantai yang terputus. Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terakhir yang berhasil diungkap melibatkan seorang bayi laki-laki yang baru dilahirkan oleh tersangka berinisial BDS alias TBD (24). "Korban terakhir adalah bayi laki-laki yang baru lahir 3 hari. Terputus, antara penjual dengan pembeli putus," jelas Ricko.
zonamerahnews – mengungkap bahwa praktik perdagangan bayi ini bahkan melibatkan transaksi antar provinsi. Harga jual bayi bervariasi antara Rp 10 juta hingga Rp 15 juta. Penjualan bayi dilakukan oleh tersangka yang sama, kecuali orang tua kandung korban. Saat ini, bayi-bayi tersebut dititipkan di RS Bhayangkara, dan Polda Sumut tengah berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk perawatan sementara.
Penggerebekan dilakukan di sebuah rumah kos di Jalan Jamin Ginting Gang Juhar, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Medan. Rumah kos tersebut diduga menjadi lokasi praktik perdagangan bayi. Dari penggerebekan tersebut, polisi menangkap delapan tersangka dengan peran yang berbeda-beda.
zonamerahnews – merangkum peran masing-masing tersangka, antara lain: BDS alias TBD (ibu kandung bayi) yang meminta SRR untuk menjual bayinya. SRR (tante bayi) kemudian menghubungi perantara AD & SS yang menawarkan bayi tersebut kepada MS (bidan). MS membeli bayi dari AD dan SS, lalu PT & JES membeli bayi dari MS untuk dijual kembali kepada MM alias BL, calon pembeli terakhir.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 83 Jo pasal 76F UU RI No 35 tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 2 UU RI No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO Jo Pasal 55 KUHPidana, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

