zonamerahnews – Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta Independen (TGPF). Desakan ini muncul terkait investigasi mendalam terhadap aksi anarkis dan penjarahan yang terjadi pada pekan terakhir bulan Agustus lalu. Huru-hara tersebut telah memicu tuntutan baru untuk mengungkap kebenaran di balik peristiwa yang menelan korban jiwa dan kerugian materiil yang signifikan.
Hendardi menyoroti perbedaan pandangan antara Presiden Prabowo dan masyarakat mengenai penyebab kerusuhan tersebut. Menurutnya, klarifikasi dan investigasi mendalam sangat diperlukan untuk mengungkap dalang, mekanisme operasi, serta tujuan politik di balik kerusuhan tersebut. Tanpa adanya transparansi, publik akan terus diliputi kecemasan dan ketidakpastian, yang berpotensi memicu kemarahan dan eskalasi lanjutan.

"Presiden Prabowo atau Pemerintah harus segera membentuk TGPF yang kredibel untuk mengungkap fakta sebenarnya, menemukan pola gerakan, dan memisahkan aspirasi demokratis dari agenda politik terselubung," tegas Hendardi. Ia menekankan hak publik untuk mengetahui kebenaran (rights to know) dan perlunya keterbukaan dari pemerintah.
Hendardi menyarankan agar TGPF melibatkan pakar, masyarakat sipil, akademisi, tokoh agama, pekerja media, aparat penegak hukum, dan elemen sipil relevan lainnya. Langkah ini bertujuan untuk meminimalisir penanganan yang salah sasaran dan memastikan hak masyarakat untuk mengetahui kebenaran serta menciptakan rasa aman yang otentik.
Pengungkapan data dan fakta, menurut Hendardi, merupakan mekanisme "cooling down system" dari kemarahan publik yang harus berjalan seiring dengan agenda perbaikan tata kelola negara. Hal ini penting untuk mengatasi kesenjangan dan mewujudkan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan data Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), terdapat 3.337 massa aksi yang ditangkap di 20 kota. Sebanyak 1.042 massa aksi dilarikan ke rumah sakit dan 10 orang meninggal dunia. Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melaporkan bahwa hingga 6 September malam, masih ada 8 orang yang hilang.

