loading…
Siti Saudah, Guru SDN Lawinu Tanarara, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. (Istimewa)
Febri menjelaskan bahwa sekolah sebagai rumah kedua merupakan upaya untuk membantu anak-anak yang tidak tinggal dengan orang tua atau kurang mendapat perhatian dari keluarga. Menurutnya, kondisi tersebut dapat menghambat perkembangan proses belajar siswa di sekolah.
“Kasih sayang bagi anak-anak memang sangat penting. Kurangnya kasih sayang bagi anak tak jarang membuat anak enggan masuk sekolah, suka murung dalam kelas, dan jarang bicara dengan temannya. Akhirnya, saya sebagai guru harus bisa menggantikan sosok keluarga atau menjadikan ruang kelas sebagai rumah ternyamannya,” tutur Febri.
Febri melakukan pendekatan satu-persatu kepada anak-anak, sebuah upaya yang memerlukan kesabaran dan perjuangan panjang. Dari pendekatan tersebut, Febri dapat menggali masalah yang anak-anak hadapi dan bagaimana karakter mereka.
“Alhamdulillah ada perubahan. Anaknya jadi rajin. Saya merasa mereka seperti anak sendiri. Saat mereka masuk SMP, saya merasa bagaimana (kehilangan-red.), tapi alhamdulillah anak-anak tetap tanya kabar,” kisah Febri.
Di daerah lain, Guru SDN Lawinu Tanarara, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Siti Saudah, memiliki upaya dan pendekatan yang tak kalah gigih. Demi memajukan pendidikan Indonesia, ia rela meninggalkan karirnya di Pati, Jawa Tengah, lalu mengabdi untuk anak-anak di timur Indonesia.
Guru lulusan Universitas Negeri Semarang (UNNES) ini tergerak hatinya dan mengikuti program pengabdian di daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T) yang ditawarkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 2015.
“Di kota pasti banyak yang mau mengisi posisi saya, tapi kalau saya tidak mau datang ke sana (daerah pedalaman), ya pasti tidak ada yang mau,” ungkap Siti.
Sekolah tempat Siti mengajar belum memiliki fasilitas yang memadai dan lokasinya pun berada di atas bukit. Kondisi tersebut membuat anak-anak perlu berjalan selama satu jam atau lebih, mendaki bukit-bukit tandus dari kampung mereka dengan bertelanjang kaki. Namun, Siti terlanjur mencintai pekerjaan dan anak-anak di tempatnya mengabdi.
“Saya langsung jatuh hati melihat mereka. Saya hanya ingin bersyukur dengan keberuntunganku melalui pengabdian buat anak-anak ini,” cerita Siti dengan suara bergetar.